Senin, 25 Juni 2012

Bakrieku, Baktiku pada Negeriku


Bakrieku, Baktiku pada Negeriku

Tampak sedikit gusar, dengan kemeja barunya yang berwarna putih tertindih setelan merah, dipadu span merah senada dan heels putih anggun. Mari (24) sang CEO baru tegap melangkah menuju mimbar pidato. Di benamkan tangan kananya ke saku dalam setelannya, diambilnya lembaran kecil naskah, dan mulailah ia menyapa para undangan.
Bakrie dan Kekuatan: Genap menginjakan kaki pada usianya yang ke 70 tahun menjadi sebuah titik balik pendewasaan bagi sebuah kelompok usaha. Masa kejayaan sepanjang itu bukanlah sesuatu yang dapat raih dengan mudah, sebab hanya satu dari sepuluh usaha yang dapat bertahan pada lima tahun pertaman, dan hanya satu dari sepuluh perusahaan yang bertahan selama lima tahun tadi yang dapat bertahan pada lima tahun selanjutnya. Jadi guna dapat bertahan selama 70 tahun lamanya, sebuah usaha harus mampu mengungguli sedikitnya seratus milyar usaha lainya.
Menjejaki usia 70 yahun juga menjadi momentum penting guna melanjutkan tonkat estafet keberlajutan usaha dari para pendahulu ke para penerus, sebuah generasi baru dengan warna baru, tanpa menghilangkan sedikit pun nilai luhur generasi sebelumnya, tanpa mengabaikan besarnya pengorbana dan perjuangan para pendahulu, namun lebih pada, menunjukan apa yang sejatinya diharapkan besama, sebuah negeri yang lebih baik, tugas mulia yang hanya dapat dilakukan oleh kelompok usaha raksasa industri yang memasuki usia pendewasaanya di negeri ini, Mari menyebutnya MENATA MARTABAT BANGSA.
Sambil sesekali menatap tepat arah mata para undangan, sejenak ia mengambil nafas kecil, dan melanjutkan pidatonya, dengan tempo dan nada yang sedikit lebih rendah.
Bakrie dan Kelemahan: 70 tahun mengabdi bukan berarti semua terjadi, bejalan, dan muncul secara ajaib ada, begitu saja, jalan terjal, menajak, dan berlubang berbukit tentunya senantiasa dijumpai merintangi. Masih segar dalam ingatan, tudingan miring, sandungan skandal, belitan kasus, hingga tuduhan dan tuntutan terkait bencana hinggap bersarang padanya. Bak makhluk buas tak berasaan masa dan media mengoyak beringas mencabik menerkam jasadnya. namun syair lagu badai pasti berlalu senantiasa benar, demikian pula sesuatu yang tidak benar, akan sirnah seraya usaha dengan sendirinya.
Salah dan benar tercampur aduk bak adonan kukis, ada manis gula, ada gurih garam. Tetap bersama, genggam erat tangan satu sama lain, di tengah badai dahsyat musibah mari bersama upayakan yang terbaik, tanpa berhenti berharap, berdoa, dan berusaha, selalu yakin Dia mendengar, mengetahui, dan membantu dangan caranya. Mari bersama bangkit, menciptakan apa yang perlu diciptakan, memperbaiki apa yang perlu diperbaiki, serta meningkatkan apa yang perlu ditingkatkan menjadi bagian dari apa yang disebut, MENATA MARTABAT BANGSA.
Seraya mengambil jedah sejenak, ditatanya posisi pundak dan bahuna perlahan. Mulailah mengalir dari bibir mungilnya susunan kata yang terangkai hikmat.
Bakrie dan Kesempatan: 70 tahun juga menjadi penanda terbukanya pintu menju dunia baru. Sebuah pintu yang menunggu untuk dibuka dan dimasuk oleh mereka yang terpilih. Sembari menata derap kekuatan dan membenahi kelemahan, sejatinya menyongsong seuatu yang baru menjadi sebuah kebutuhan primer yang harus dipenuhi. Memandang permasahan bukan sebagai ancaman, tidaklah mudah, namun juga tidaklah salah.
Memandang bencana bukan sebatas derita semata, namun lebih pada pertanda perlunya perubahan dan pemikiran kedepan. Nanti kala semua berakhir, bersama bangsa, mari menyongsong era peradaban modern berteknologi tinggi. Bagaimana memanfaatkan lumpur-lumpur itu menjadi bernilai tambah dan kawasan terendamnya menjadi cikal bakal peradaban modern berteknologi tinggilah yang menjadi fokus, bersama sebagai bangsa, bersama pasti bisa. Inilah titik fokus dari ide MENATA MARTABAT BANGSA.
Sejenak kembali keheningan menyadap ruang aula megah diama ia berdiri berpidato dihadapan para tokoh penting dari sebuah raksasa industri di negeri ini. Kembali Mari mengajak segenap kawan, rekanan, dan para tamu undangan untuk tetap terjaga dalam bait terakhir pidatonya.
Bakrie dan Ancaman: 70 tahun bukan berarti apa yang dikhawatirkan tidak akan terjadi, sebab tidak ada yang tidak mungkin terjadi, yang ada hanya belum mungkin terjadi. Ketika bertumbuh semakin besar, begitu besar hingga menarik apa yang tak diharapakan, kala itulah mari bersama menguatkan diri dan terjaga. Kala berdiri dihadapan apa yang tidak diharapkan, mulai dari yang tidak suka, yang suka menyorot kekurangan, yang suka meminjam tangan untuk mengacau, hingga yang sekedar ikut berulah, mari genggam erat tangan, maju bersama.
Tak goyah oleh deburan kebencian bukan jalan satu-satunya guna bertahan dan terus bejalan ditengah pertempuran sengit kawan-lawan. Tetap teguh dan dapat mengsiasati laju tumbuh kembang tuntutan zaman menjadi suatu keuntungan tersendiri. Tahu kemana arah langkah bidak kuda dapat bergerak, tersibak makna, apa-apa saja yang perlu dijaga dan disiapkan, sembari menyusun kekuatan guna menjungkir balikkan lawan sebagai kawan, tanpa kehilangan kawan sebagai kawan. Dengan merangkul segenap bangsa, bersama menata indah, mari maju mendebu menderu MENATA MARTABAT BANGSA. Bakrieku, baktiku pada negeriku
Akhir pidato yang bersambut tepuk-tangan para kawan, rekan, dan undangan mengiringi langkah tegapnya menuruni mimbar pidato kehormatanya sang CEO mudah, beda, dan berbahaya (ECH).