Selasa, 13 November 2012

Andai Aku Menjadi Ketua KPK Berhenti berandai-andai, genggam tangan, rapatkan barisan, dukung KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)


 
Andai Aku Menjadi Ketua KPK
Berhenti berandai-andai, genggam tangan, rapatkan barisan,
dukung KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)

Sembari terus memutar saluran televisi dengan remote control tercengkram erat ditangan kanannya, Arisa (21) memasang wajah mual atas apa yang dipandanginya di layar kaca. Berpindah satu stasiun tv ke yang lain yang disuguhkan sama saja, yang minta digantung di monas, yang itu salah mentri terdahulu saya hanya melanjutkan, yang mantan selebritis menangis di persidangan, yang ditanya jawabanya lupa semua. Bagaikan iklan sabun yang terus putar di tengah jeda film, korupsi lagi, korupsi lagi, berkecamuk dibenaknya.
Bosan, sebal, malu, buatnya menekan tombol power di sudut remote. Layar perlahan menghitam, perhatinya teralih pada netbook letaknya berdekatan. Kunjungan sorenya ke blog milik seorang kawan sesama aktifis BEM, mengelitik hatinya kala terpampang tautan Andai Aku Menjadi Ketua KPK.
Tautan sengaja dipasang untuk mengobarkan semangat, melambung Arisa dalam ilusinya. Tampak dirinya berada di sebuah rapat besar pembahasan undang-undang hukuman mati bagi koruptor dan pendidikan dini anti korupsi. Di satu sudut tampak para pakar HAM bercoltek tentang penghapusan hukuman mati. Di sudut lain tampak para intelek dunia pendidikan berbisik-bisik perihal jadi tambah beratnya tugas mereka. Di lain sudut, dari lembaga penegakan hukum mencengkram erat dahinya menahan pusing.
Semua mata tertuju padanya yang melingkarkan pena dijemari kanannya menguratkan tinta darah bermakna setuju. Dilahirkan olehnya aturan tebalnya berlembar-lembar yang dimatangkanya bertahun-tahun yang jika singkat dipahami hanyalah sepengal kalimat. Hukum mati para koruptor dan didik sejak dini jiwa anti korupsi (ECH).